Kamis, 10 Maret 2011

Cek Kosong, apa itu?

Cek Kosong, apa itu?

Cek Kosong, kayaknya sering terdengar kata2 ini bahkan mungkin akrab di telinga kita, sebelum kita bahas lebih lanjut apa itu cek kosong , kita perlu tau dulu, apa itu “cek”?

Pengertian cek adalah surat perintah nasabah kepada bank yang mengelola rekening giro nasabah tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang disebutkan didalamnya atau kepada pemegang cek tersebut.

cek juga bisa dugunakan sebagai alat untuk melakukan pembayaran.

Sedangkan cek kosong adalah cek yang dana nya tidak mencukupi dari nominal yang tertulis di cek atau tidak tersedia di dalam rekening giro.

Contoh cek kosong yang pernah saya alami yaitu yang awalnya “cek mundur” menjadi cek kosong, nah lho apalagi cek mundur, cek mundur adalah cek yang belum jatuh tempo, tanggal yang tertulis di cek bukan tanggal hari ini atau sekarang, melainkan mundur beberapa hari dari tanggal sekarang, tergantung kesepakatan si pemilik cek dengan penerima cek ( missal untuk pembayaran pembelian), biasanya karena dananya belum ada atau belum mencukupi.

Nhaaa pas sudah jatuh tempo cek tersebut akan diambil ternyata dan di giro cek tersebut masih belum mencukupi, akhirnya jadi cek kosong…….(kasiaann deh lo, batin saya waktu itu)

Ini benar saya alami karena kebetulan waktu itu saya menerima pembayaran dengan cek seperti diatas yang bermasalah, yaitu untuk pembayaran bahan bangunan yang saya jual dan harus segera dipasang, karena pembeli menawarkan cek mundur ya saya terima.


Elektronik Banking (E-banking)

Elektronik Banking (E-banking)

Bank menyediakan layanan Electronic Banking atau E-Banking untuk memenuhi kebutuhan Anda akan alternative media untuk melakukan transaksi perbankan, selain yang tersedia di kantor cabang dan ATM.
Dengan Electronic Banking, kita tidak perlu lagi membuang waktu untuk antri di kantor-kantor bank atau ATM, karena saat ini banyak transaksi perbankan dapat dilakukan dimanapun, dan kapanpun dengan midah dan praktis melalui jaringan elektronik, seperti internet, handphone, dan telepon.
Contohnya adalah transfer dana antar rekening maupun antar bank, pembayaran tagigan, pembelian pulsa isi ulang, ataupun pengecekan mutasi dan saldo rekening.
Cara Mendapatkan E-Banking bagi yang telah memiliki rekening Tabungan atau Giro dapat mengajukan layanan E-Banking, yang meliputi internet banking, mobile banking, phone banking dan sms banking.

I. INTERNET BANKING
Dapat melakukan transaksi perbankan (finansial dan non-finansial) melalui komputer yang terhubung dengan jaringan internet bank.
Jenis Transaksi :
− Transfer dana
− Informasi saldo, mutasi rekening, informasi nilai tukar
− Pembayaran tagihan (misal: kartu kredit, telepon, handphone, listrik)
− Pembelian (misal: pulsa isi ulang, tiket pesawat, saham)

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan transaksi Internet Banking
− Jangan pernah memberitahukan User ID dan PIN (Personal Identification Number) Anda kepada orang lain, termasuk kepada petugas dan karyawan Bank
− Jangan meminjamkan KeyToken pengaman transaksi Anda kepada orang lain
− Jangan mencatat User ID Anda di tempat yang mudah diketahui orang lain
− Gunakan User ID dan PIN Anda secara hatihati agar tidak terlihat dan diketahui oleh orang lain
− Pastikan Anda mengakses alamat situs bank dengan benar. Pahami dengan baik situs bank Anda

II. MOBILE BANKING
Adalah layanan perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon selular/handphone GSM (Global for Mobile Communication) dengan menggunakan SMS (Short Message Service).

Jenis Transaksi
− Transfer dana
− Informasi saldo, mutasi rekening, Informasi nilai tukar
− Pembayaran (kartu kredit, PLN, telepon, handphone, listrik, asuransi)
− Pembelian (pulsa isi ulang, saham)

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan transaksi Mobile Banking
− Anda wajib mengamankan PIN Mobile Banking
− Anda bebas membuat PIN sendiri. Jika merasa diketahui oleh orang lain, segera melakukan penggantian PIN.
− Bilamana SIM Card GSM Anda hilang/dicuri/ dipindahtangankan kepada pihak lain, segera beritahukan bank Anda terdekat atau segera telepon ke Call Center bank tersebut.

II. PHONE BANKING
Adalah layanan yang diberikan untuk kemudahan dalam mendapatkan informasi perbankan dan untuk melakukan transaksi finansial non-cash melalui telepon.

Jenis Transaksi
− Transfer dana
− Informasi saldo, mutasi rekening
− Pembayaran (kartu kredit, PLN, telepon, handphone, listrik, asuransi)
− Pembelian (pulsa isi ulang)

Hal-hal yang perlu diperhatikan untukkeamanan transaksi Phone Banking
− Anda wajib mengamankan PIN Phone Banking
− Anda bebas untuk membuat PIN sendiri. Jika merasa diketahui oleh orang lain, segera lakukan penggantian PIN.

IV. SMS BANKING
Adalah layanan informasi perbankan yang dapat diakses langsung melalui telepon selular/handphone dengan menggunakan media SMS (short message
service)

Jenis Transaksi :
− Transfer dana
− Informasi saldo, mutasi rekening
− Pembayaran (kartu kredit)
− Pembelian (pulsa isi ulang)

Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan transaksi SMS Banking
− Jangan memberitahukan kode akses/nomor pribadi SMS Banking Anda kepada orang lain
− Jangan mencatat dan menyimpan kode akses/nomor pribadi SMS Banking Anda di tempat yang mudah diketahui oleh orang lain.
− Setiap kali melakukan transaksi melalui SMS Banking, tunggulah beberapa saat hingga Anda menerima response balik atas transaksi tersebut.
− Untuk setiap transaksi, Anda akan menerima pesan notifikasi atas transaksi berupa SMS yang akan tersimpan di dalam inbox.

Keuntungan Electronic Banking Mudah
1. dapat digunakan kapan saja dan di mana saja.
2. hanya dengan menggunakan perintah melalui komputer dan/atau alat komunikasi yang Anda gunakan, dapat langsung melakukan transaksi
perbankan tanpa harus datang ke kantor bank atau ke ATM (kecuali untuk ambil uang tunai).

ATM (AUTOMATIC TELLER MACHINE)

ATM (AUTOMATIC TELLER MACHINE)

1. Pengenalan ATM

ATM adalah sebuah alat atau media elektronik yang menyediakan sebuah layanan kepada nasabah-nasabah bank dan mengizinkannya untuk mengambil uang atau mengecek saldo simpanan dari bank-bank tertentu tanpa pelayanan dari seorang “Teller” manusia.

ATM (AutomaticTeller Machine, atau Automated Teller Machine, atau di Indonesia dikenal sebagai Anjungan Tunai Mandiri) sudah bukan merupakan benda asing lagi bagi rakyat negara ini. Penduduk kota maupun desa sudah sangat akrab dengan mesin pencetak uang otomatis ini. Dengan perkembangan teknologi yang pesat saat ini, ATM sudah menyediakan banyak kemudahan bagi semua orang, transaksi apapun dapat dilakukan melalui alat ini, mulai dari penarikan tunai, transfer uang, pemindah bukuan, pembayaran tagihan, bahkan setoran tunai maupun cetak buku dapat dilakukan di ATM, dan akses ATM juga dapat dilakukan via mobile bahkan internet.

2. SEJARAH ATM (AUTOMATIC TELLER MACHINE atau ANJUNGAN TUNAI MANDIRI)

Pada mulanya mesin pintar ini ditemukan oleh Don Wetzel, Vice President of Product Planning pada perusahaan Docutel (Sumber: Kompas.co.id). Kompas.co.id juga menerangkan bahwa konsep ATM pertama kali lahir pada tahun 1968, lalu prototipenya muncul setahun kemudian, dan akhirnya Ducotel mendaftarkannya pada Kantor paten pada tahun 1973.

Perusahaan Docutel membeli mesin ATM dari tiga orang pembuatnya, yaitu Don Wetzel, yang pada saat itu adalah seorang Vice President of Product Planning di Docutel, Tom Barnes, Kepala Mekanik dan George Chastian, seorang insyinyur listrik. Ide awalnya berasal dari Wetzel, ketika mengantre di bank. Wetzel kerapkali merasa capai ketika berurusan dengan bank yang harus selalu mengantre untuk satu layanan sebagai nasabah bank. Hingga akhirnya ketiga penemu ini menciptakan mesin ATM yang di Indonesia dikenal dengan istilah Anjungan Tunai Mandiri. Dan dana yang dihabiskan untuk sebuah mesin ATM pertama kali adalah sekitar lima juta dollar. Kemudian Perusahaan Docutel mengembangkan peralatan penanganan bagasi secara otomatis pada tahun 1968.

ATM pertama dipasang atau digunakan oleh sebuah bank di New York, yaitu Chemical Bank New York. Namun, fakta ini masih menjadi sebuah controversial oleh banyak pihak, karena banyak bank yang mengclaim sebagai pengguna Automatic Teller Machine pertama, tapi Chemical Bank New York menyatakan hal tersebut berdasarkan catatan yang dibuat oleh Wetzel.

ATM pertama ini tidak diletakkan di lobi bank, melainkan di dinding luar bank yang menghadap ke jalan raya. Dan untuk melindungi mesin dari hujan dan sinar matahari bank menggunakan kanopi. Dan saat ini, perkembangan ATM telah merambah ke seluruh dunia termasuk Negara ini untuk melakukan berbagai transaksi perbankan. Secara umum ATM terdiri dari box ATM, tombol angka sebagai keyboard yang dilengkapi tombol cancel, enter dan exit, kemudian sebuah layar atau monitor dan kamera (optional) yang biasa terlihat dari luar bilik ATM. Sementara di dalam ATM itu sendiri terdiri dari sebuah CPU, keyboard, modem, kotak uang, printer mini dan card reader.

ATM BERSAMA

ATM BERSAMA

ATM Bersama adalah salah satu dari banyak jaringan antar bank di Indonesia, menghubungkan jaringan ATM dua puluh satu bank di Indonesia. Ini didirikan tahun 1993 dan didasarkan pada model yang diadopsi oleh Megalink, sebuah jaringan antar bank di Filipina.

Saat ini, ATM Bersama memiliki lebih dari 70 anggota dengan lebih dari 17.000 ATM seluruh provinsi di Indonesia dan banyak kota-kota di Indonesia. Jaringan dimiliki oleh PT Artajasa Pembayaran Elektronis.

ATM Bersama menyediakan berbagai fasilitas antar bank, termasuk saldo, penarikan tunai dan real time-online transfer ke account lain anggota jaringan bersama. Pada tahun 2004 Artajasa melakukan lintas-perbatasan ATM Bersama dengan mitra penyedia MEPS, Malaysia untuk melayani tenaga kerja Indonesia, mahasiswa yang tinggal di sana dan juga wisatawan. Singapura dan Thailand telah terhubung ke jaringan ATM Bersama dengan ITMX NETS dan masing-masing.

sumber :

http://bank.web.id/info-26-196.html

Regulasi perbankan di Indonesia

Regulasi perbankan di Indonesia

  1. Periode Undang-Undang No. 14 Tahun 1967

Pengaturan tentang perbankan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman Belanda. Untuk menertibkan praktik lembaga pelepas uang yang banyak terjadi pada waktu itu, dikeluarkanlah peraturan, baik dalam bentuk undang-undang maupun berupa surat-surat keputusan resmi dari pihak pemerintah. Diantara lembaga keuangan yang telah berdiri sejak zaman penjajahan tersebut, yaitu De Javashe Bank N.V, tanggal 10 Oktober 1827 yang kemudian dikeluarkan undang-undang De Javashe Bank Wet 1992.[1] Bank inilah yang kenudian menjadi Bank Indoneisa, setelah melalui proses nasionalisasi pada tahun 1951, dengan dikeluarkannya undang-undang No. 24 Tahun 1951 yang mulai berlaku tanggal 6 Desember 1951.

Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu.[2] Yang akan berhubungan dengan kedudukan perbankan syariah pada masa berlakunya undang-undang ini adalah adanya pengaturan mengenai pengertian “kredit” yang terdapat di dalamnya. Bab I, pasal 13 huruf c menyebutkan : kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan denganitu berdasarkan persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan lain pihak dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang ditetapkan.

Dari bunyi pasal diatas tampak pengertian, bahwa dalam usaha bank yang ada pada masa ini (perbankan konvensional) yang dalam operasinya menggunakan sistem kredit, tidak mungkin melaksanakan kredit tanpa mengambil bunga. Hal ini dikarenakan, konsep bunga ini melekat pada dalam pengertian kredit itu sendiri. Sehingga, tidak dimungkinkan pula untuk didirikan sistem perbankan syariah, sebab pemahaman kegatan usaha bank pada masa itu haruslah dengan perangkat bunga. Bahkan, perbankan pada masa itu ditentukan tingkat bunganya oleh pemerintah secara seragam agar tidak terjadi penentuan bunga yang sewenang-wenang oleh masing-masing bank dan menjaga stabilitas keuangan negara.[3]

  1. Periode Deregulasi 1 Juni 1983

Pada awal tahun 1980-an, sistem pengendalian tingkat bunga oleh pemerintah ini kemudian mengalami kesulitan. Bank-bank yang telah didirikan sangat tergantung kepada tersediannya likuiditas Bank Indonesia. Demikian juga karena pemerintah menentukan tingkat bunga maka tak ada persaingan antar bank. Hal ini kemudian tabungan menjadi tidak menarik dan alokasi dana tidak efisien. Oleh karena itu, pemerintah kemudian mengeluarkan deregulasi dibidang perbankan tanggal 1 Juni Tahun 1983 yanh membuka belenggu penetapan tingakat bunga tersebut sebenarnya dengan dibukanya belenggu tingkat bunga ini maka timbullah kemungkinan bagi suatu bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0%, yang berarti merupakan penerapan sistem perbankan syariah melalui perjanjian murni berdasarkan prinsip bagi hasil.[4]

Deregulasi 1 Juni 1983 ini ternyata tidak berdampak langsung atas pelaksanaan sistem perbankan tanpa bunga. Sejak wacana pendirian sistem perbankan tanpa bunga dibicarakan di Indonesia pada pertengahan tahun 1970-an, ada beberapa alasan yang mengahambat terealisasinya ide ini, yaitu operasi bank Islam yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh karena hal itu tidak sejalan dengan Undang-Undang Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu UU No. 14 Tahun 1967. konsep bank Islam dari segi politis juga dianggap berkonotasi ideologis, merupakan bagian atau berkaitan denganh konsep negara Islam, sehingga hal itu tidak dikehendaki pemerintah. Pada saat itu masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari negara-negara Timur Tengah masih dicegah, antar lain oleh kebijakan pembatasan bank asing yang ingin membuka kantor cabang di Indonesia. Sedangkan, pendirian bank baru oleh orang Indonesia sendiri masih belum dimungkinkan.[5]

Oleh karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru, sedangkan bank-bank yang ada masih belum menganggap sistem bank tanpa bunga sebagai bisnis yang dapat menguntungkan, dan bank Islam belum dapat berdiri, maka digunakan badan hukum koperasi sebagai bentuk hukumnya. Pemilihan badan hukum koperasi sebagai wadah penerapan sistem perbankan syariah telah dimualai oleh Koperasi Jasa Keahlian Teknosa di Bandung sejak awal tahun 1980-an. Kemudian, di Jakarta didirikan Baitut Tamwil kedua dengan nama koperasi simpan pinjam Ridho Gusti yang didirikan tanggal 25 September 1988.

  1. Periode Pakto 1988

Pada tahun 1988, pemerintah memandang perlu untuk membuka peluang bisnis perbankan seluas-luasnya guna memobilisasi dana masyarakat untuk menunjang pembangunan. Maka, dikeluarkanlah Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober (PAKTO) pada tanggal 27 Oktober 1988 yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang memungkinkan pendirian bank-bank baru selain bank-bank yang telah ada.

Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia. Yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatilla pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amanah Rabbaniyah pada tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh.[6]

  1. Periode Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

Titik terang untuk pendirian lembaga bank dengan sistem syariah sebenarnya telah muncul sejak awal tahun 1990-an. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisaura, Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. berdasarkan amanat Munas tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.

Bank Muamalat Indonesia kemudian lahir sebagai kerja tim Perbankan MUI tersebut. Akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat itu terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84 miliar. Pada 3 November 1991, pada acara silaturrahmi presiden di istana Bogor, dapat dipenuhi total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382,-. Dana tersebut berasal dari Presiden dan Wakil Presiden, sepuluh Menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL dan PIND AD. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang bank Islam. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi.

Kemudian diikuti dengan kemunculan Undang-Undang No. 17 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memperkenalkan sistem Perbankan bagi hasil. Dalam undang-undang tersebut pada pasal 6 (m) dan pasal 13 huruf (c) menyatakan, bahwa salah satu usaha bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 119 Tahun 1992.

Pada intinya kedua pasal tersebut menerangkan, bahwa baik bank umum maupun BPR dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam PP tersebut. Arah yang akan ditempuh harus jelas dalam undang-undang, bahwa mereka beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil.

Hal itu secara tegas ditemukan dalam ketentuan pasal 6 PP No.72 Tahun 1992, yang berbunyi:[7]

a) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil.

b) Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.

Ketentuan tentang bagi hasil dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1992 ini dijelaskan lebih lanjut oleh PP No. 72 Tahun 1992. Mengenai hal-hal penting yang diatur, diantaranya adalah pertimbangan didirikannya bank dengan prinsip bagi hasil ini adalah merupakan pelayanan jasa perbankan yang dibutuhkan masyarakat. Ketentuan yang terpenting yang berkaitan dengan sistem perbankan syariah ini adalah penegasan pada pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa “prinsip bagi hasil adalah prinsip bagi hasil berdasarkan syariah” (harus sesuai dengan syariat Islam).

Dalam menjalankan perannya, bank Islam berlandaskan pda Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya menetapkan hal-hal antara lain:

a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasmil.

b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariat Islam

c. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah

d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan usaha tidak dengan prinsip bagi hasil (konvensional), tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil.

Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun demikian adanya dua jenis bank tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, maka dibangunlah lembaga-lemmbaga simpan pinjam yang disebut Baitul Maal wat-Tamwil (BMT).[8]

  1. Periode Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Pada Tahun 1998, dikeluarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pada undang-undang ini terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluan yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Dari UU tersebut dapat disimpulakan, bahwa sistem ,perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga.

b. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relatioship). Sementara dalam bank konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitor-kreditor (debitor to creditor relatioship).

c. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan mayng memiliki beberapa keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi myang tidak prodiktif, pembiayaan ditujukan mkepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan munsur moral.

Undang-undang ini juga memberikan penegasan terhadap konsep perbankan Islam dengan mengubah penyebutan “Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil” pada Undang-Undang No.7 Tahun 1992, menjadi “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Penyebutan tersebut terdapat pada pasal 1 ayat (3), ayat (4), ayat (12) dan ayat (13) yang menerrangkan tentang pengertian prinsip syariah dalam perbankan ini juga terdapat penguatan kedudukan Hukum Islam bidang perikatan dalam tatanan hukum positif. Pasal 1 ayat (13) ini menyebutkan sebagai berikut “bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai denga syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Masalah hukum yang diatur undang-undang ini selain berupa penegasan terhadap eksistensi perbankan Islam di Indonesia adalah menyangkut kelembagaan dan operasional bank Islam. Secara keseluruhan permasalahan hukum tersebut antara lain meliputi: (a) macam bank Islam, (b) pendirian bank Islam, (c) Konversi bank konvensional menjadi bank Islam, (d) pembukaan kantor cabang yang meliputi sisi keuangan dan modal kerja, (e) Badan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional yang menyangkut mengenai fungsi DPS sebagai penasihat, mediator dan perwakilan, (f) kegiatan usaha dan produk-produk bank Islam, (g) pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank Islam, (h) sanksi-sanksi pidana dan administrative.

Sebagai pelaksanaan dari undang-undang ini, kemudian diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk surat keputusan atau SK direksi Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang luas bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Pada masa awal sebagai pengaturan lebih lanjut tentang ketentuan operasional bank berdasarkan prinsip syariah dikeluarkan SK Direksi BI No.32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, dan SK Direksi BI No.32/36/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua SK tersebut kemudian diganti dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu untuk Bank Umum Syariah diatur oleh PBI No.6/24.PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah jo PBI No.7/PBI/2005 tanggal 25 Sepetember 2005 Tentang Perubahan Atas PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dan untuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah diatur dengan PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.

Pemberlakuan UU No.10 Tahun 1998 ini merupakan momen pengembangna perbankan syariah di Indonesia. UU tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS) ,oleh bank konvensional. Dengan kata lain, bank konvebsional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Landasan dan kepastian hukum yang kuat bagi para pelaku bisnis serta masyarakat luas ini meliputi:

a. pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha dan bank Islam sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 Ayat (3) UU No.10 Tahun 1998. Pasal tersebut menjelaskan, bahwa bank umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedjua kegiatan tersebut. Dalam haml bank umum melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah, maka kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan kantor cabang khusus, yaitu Unit Usaha Syariah dan Kantor Cabang Syariah. Sedangkan, BPR harus memilih kegiatan usaha salah satu dari keduanya, melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah saja, atau berdasarkan sistem konvensional saja

b. bank umum konvensional yang akan membuka kantor cabang syariah wajib melaksanakan: (1) pembentukan Unit Usaha Syariah, (2) memiliki Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional, (3) menyediakan modal kerja yang disisihkan oleh bank dalam suatu rekening tersendiri atas nama UUS yang dapat digunakan untuk membayar biaya kantor dan izin-izin berkaitan dengan kegiatan operasional maupun non operasional Kantor Cabang Syariah.

Pada periode ini juga telah diatur mengenai ketentuan kliring instrument moneter dan pasar uang antar bank. Di dalam penjelasan UU No.23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia telah diamanatkan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan prinsip syariah, maka menjadi tugas dan fungsi BI untuk mengakomodasi prinsip tersebut. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas pembayaran anatar bank serta pelaksanaan Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS), telah dikeluarkan peraturan tersendiri sehubungan dengan sifat khusus dari sistem perbankan syariah. Diantara peraturan tersebut antara lain, Peraturan Bank Indonesia atau PBI No.2/4/PBI/2004 tanggal 11 Februari tentang kliring bagi Bank Umum Syariah dan UUS Bank Umum Konvensional, PBI No.2/7/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Giro Wajib Minimum (GWM), yang kemudian khusus tentang perbankan syariah diatur lebih lanjut oleh PBI No.6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PBI No.2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah jo PBI No.7/26/PBI/2005 tanggal 8 Agustus 2005 tentang Perubahan Atas PBI No.2/8/2000 tentang PUAS.

Demikian pula untuk mengatur tentang pengelolaan likuiditas bank Islam, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No.2/9/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) jo PBI No.6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Perubahan Atas PBI No.2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS) pada PBI No.5/3/PBI/2003 yang dikeluarkan pada tanggal 4 Februari 2003 jo PBI No.5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah. Selain itu, agar profitabilitas pengelolaan dana bank-bank Islam dapat ditingkatkan Bank Indonesia telah melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait, yaitu Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nonbank, Direktorat Jenderal Asuransi, Bapepam dan sebagainya.

Namun demikian, pada periode UU No.10 Tahun 1998 ini juga dapat dilihat adanya beberapa permasalahan hukum yang masih harus diatur lebih lanjut dan pengaturan tersendiri yang perlu dipertimbangkan dalam regulasi perbankan nasional yang akan datang. Masalah-masalah tersebut antara lain sebagai berikut: (1) bank Islam tunduk pada dua sistem hukum yang berbeda, (2) Eksistensi Dewan Pengawas Syariah, (3) pengawasan bank Islam masih berdasarkan pendekatan konvensional, (4) bank sentral memakai standar interest, (5) belum memadainya peraturan pelaksanaan bank Islam, (6) hukum perdata tetap menjadi acuan dalam dokumentasi dan legitimasi.

Dari masalah-masalah tersebut, maka masih dirasakan pentingnya dikeluarkan ketentuan tersendiri tentang sistem perbankan syariah. Untuk itulah maka diupayakan pembuatan Rancangan Undang-Undang tersendiri tentang perbankan syariah yang diharapkan sudah dapat dissahkan dalam waktu dekat. Demikian pula perlu dipikirkan kedudukan perbankan syariah dalam pengaturan tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan datang, sehingga jelas sistem pengawasan yang akan diterapkan untuk Lembaga Keuangan Syariah, khususnya bank Islam. Hal ini berkaitan dengan pengawasan terhadap kesesuaian operasional bank Islam dengan ketentuan hukum Islam yang menjadi dasar operasionalnya. Saat ini operasional perbankan syariah masih mengacu pada ketentuan fatwa MUI. Hingga saat ini keduduka fatwa belumlah mendapat pengakuan yang kuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan, sehingga dalam pengaturan kedepan, perlu pula dipertimbangkan pengukuhan kedudukan fatwa dalam tata urutan perundang-undangan Indonesia dan kedudukan MUI bagi pengaturan umat Islam agar masing-masing fatwa yang dikeluarkan oleh MUI memiliki kekuatan hukum yang jelas.[9]

  1. Periode Undang-Undang No. 21 Tahun 2008

Undang Undang No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah, merupakan sebagai kebijakan pemberlakukan yang ditentukan oleh kebijakan dasar dari Peraturan Bank Indonesia, yang merupakan sebagai bank sentral indonesia untuk mengatur dan mengawasi segala kegiatan perbankan di Indonesia.

Kegiatan perbankan syari’ah didasari oleh asas, tujuan dan fungsi dari Perbankan Syariah didalam melakukan kegiatan usahanya yang berasaskan Prinsip Syariah/Islam, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian, dengan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat yaitu : (1) untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, (2) untuk menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat, (3) untuk menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakil) dan (4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai masalah perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar dan kepemilikan diatur oleh Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, dimana dalam Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pihak yang akan melakukan kegiatan usaha Bank Syariah atau UUS wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah (UUS) dari Bank Indonesia, ayat (2).untuk memperoleh izin usaha Bank Syariah harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang: (a.susunan organisasi dan kepengurusan, b.permodalan, c. kepemilikan, d.keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan e. kelayakan usaha), (3). persyaratan untuk memperoleh izin usaha UUS diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bank Indonesia, (4). Bank Syariah yang telah mendapat izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas kata "syariah" pada penulisan nama banknya, (5). Bank Umum Konvensional yang telah mendapat izin usaha UUS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan dengan jelas frase "Unit Usaha Syariah" setelah nama Bank pada kantor UUS yang bersangkutan, (6). Bank Konvensional hanya dapat mengubah kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dengan izin Bank Indonesia, (7). Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional, (8). Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat dan (9). (9) Bank Umum Konvensional yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib membuka UUS di kantor pusat Bank dengan izin Bank Indonesia.

Terdapat pengaturan dalam Pasal 6 ayat 1 sampai dengan ayat 4, dimana terhadap pembukaan kantor cabang Bank Syari’ah(UUS), dan jenis-jenis lainnya , begitu pula terhadap pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis¬-jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yaitu hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. Dan kemudian untuk pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia.
Sedangkan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri, hal ini merupakan suatu ketentuan yang telah dinyata secara tegas oleh Undang-Undang Bank Indonesia.

Mengenai bentuk Badan Hukum Bank Syariah adalah perseroan terbatas (diatur dalam Pasal 7), sedangkan mengenai anggaran dasar Bank Syariah selain memenuhi persyaratan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan adalah mengenai ketentuan : (a) pengangkatan anggota direksi dan komisaris harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia, (b) Rapat Umum Pemegang Saham Bank Syariah harus menetapkan tugas manajemen, remunerasi komisaris dan direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukkan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Pasal 8).

Dalam hal mengenai pendirian dan kepemilikan Bank Syari’ah harus memenuhi syarat-syarat : Bank Umum Syari’ah didirikan dan dimiliki oleh (a) warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia, (b) warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan; atau (c) pemerintah daerah.(ayat 1), sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: a). warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia,b).pemerintah daerah; atau c).dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b (ayat 2) dan untuk kepemilikan Bank Umum Syariah oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ((ayat 3) dari Pasal 9))

Terhadap pengaturan mengenai perizinan, bentuk badan hukum, anggaran dasar, serta pendirian dan kepemilikan Bank Syariah (terdapat dalam pasal 5 s/d Pasal 9) dan mengenai besarnya modal yang disetor untuk mendirikan Bank Syari’ah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (pasal 10 dan Pasal 11). Terhadap kegiatan saham bank syari’ah dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama, dan kegiatan Bank Umum Syariah dapat melakukan penawaran umum efek melalui pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah/Islam dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 11 dan Pasal 12). Untuk ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan Bank Syari’ah diatur oleh Pasal 13 sampai dengan Pasal 17, dimana harus selaras dengan ketentuan Prinsip Syari’ah dan Peraturan Bank Indonesia.

Untuk pengaturan mengenai jenis dan kegiatan usaha, kelayakan penyaluran dana dan larangan bagi bank syariah dan UUS, diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 26, sedangkan mengenai pengaturan pemegang saham pengendalian, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Direksi dan Tenaga Kerja Asing diatur dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33. Terhadap pengaturan Tata Kelola, Prinsip Kehati-hatian dan Pengelolaan Risiko Perbankan Syari’ah diatur dan dijelaskan dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 40, yang mengatur secara jelas dan terperinci terhadap kegiatan perbankan syari’ah tersebut.

Kerasiaan Bank wajib dijaga mengenai nasabah penyimpan, nasabah investor, investasinya dengan pengecualian untuk kepentingan penyidik pidana perpajakan, pimpinan BI atas perintah menteri keuangan, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana ( diatur oleh Pasal 41 sampai Pasal 49).

Bank Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Bank Syariah(UUS), agar tetap memelihara tingkat kesehatan yang meliputi sekurang-kurangnya mengenai kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas manajemen yang menggambarkan kapabilitas dalam aspek keuangan, kepatuhan terhadap Prinsip Syariah dan prinsip manajemen Islami, serta aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha Bank Syariah (UUS), dimana kriteria tingkat kesehatan dan ketentuan yang wajib dipenuhi oleh Bank Syariah (UUS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bank Indonesia. Dan selain itu Bank Syariah (UUS) wajib menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya kepada Bank Indonesia menurut tata cara yang telah ditetapkan.

Dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Bank Indonesia berwenang : (a) memeriksa dan mengambil data/dokumen dari setiap tempat yang terkait dengan Bank, (b) memeriksa dan mengambil data/dokumen dan keterangan dari setiap pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap Bank dan (c) memerintahkan Bank melakukan pemblokiran rekening tertentu, baik rekening simpanan maupun rekening Pembiayaan.

Bank Indonesia dapat menugasi kantor akuntan publik atau pihak lainnya untuk dan atas nama Bank Indonesia, melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), sebagaimana persyaratan dan tata cara pemeriksaan yang di atur dalam ayat (1) Peraturan Bank Indonesia dan Bank Indonesia berwenang melakukan tindakan terhadap Bank Syariah apabila mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, dalam rangka tindak lanjut mnelakukan pengawasan antara lain: (a) membatasi kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris, direksi, dan pemegang saham, (b) meminta pemegang saham menambah modal, (c) meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris dan/atau direksi Bank Syariah, (d) meminta Bank Syariah menghapus pembukuaan penyaluran dana yang macet dan memperhitungkan kerugian Bank Syariah dengan modalnya, (e) meminta Bank Syariah melakukan penggabungan atau peleburan dengan Bank Syariah lain, (f) meminta Bank Syariah dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajibannya, (g) meminta Bank Syariah menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan Bank Syariah kepada pihak lain, dan (h) meminta Bank Syariah menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban Bank Syariah kepada pihak lain. (diatur oleh Pasal 50 sampai dengan Pasal 54).

Apabila Bank Syariah didalam melakukan kegiatan perbankan terdapat sengketa terhadap pihak lain, maka penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dapat dilakukan/diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, apabila para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan sesuai dengan isi Akad dan didalam penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah/Islam. (diatur dalam Pasal 55).

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral akan menetapkan sanksi administratif kepada Bank Syariah (UUS), anggota dewan komisaris, anggota Dewan Pengawas Syariah, direksi, dan/atau pegawai Bank Syariah atau Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS, yang menghalangi dan/atau tidak melaksanakan Prinsip Syariah dalam menjalankan usaha atau tugasnya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini (diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 66), dan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai akibat dari pelanggaran kerahasiaan bank.[10]

Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Peningkatan kualitas hidup semakin menuntut manusia untuk melakukan berbagai aktifitas yang dibutuhkan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya. Teknologi Informasi dan Komunikasi yang perkembangannya begitu cepat secara tidak langsung mengharuskan manusia untuk menggunakannya dalam segala aktivitasnya.Beberapa penerapan dari Teknologi Informasi dan Komunikasi antara lain dalam perusahaan, dunia bisnis, sektor perbankan, pendidikan, dan kesehatan.

A. Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Dunia Pendidikan

Dalam dunia pendidikan teknologi pembelajaran terus mengalami perkembangan seiring perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari Teknologi Informasi dan Komunikasi sering dijumpai sebagai kombinasi teknologi audio/data, video/data, audio/video, dan internet. Internet merupakan alat komunikasi yang murah dimana memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih. Salah satu pernanan TIK dalam dunia pendidikan saat ini adalah dengan munculnya E-Learning (Pembelajaran Elektronik). Kemampuan internet memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar jarak jauh (E-Learning) menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

E-Learning merupakan dasar dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program pembelajaran atau program pendidikan.

Gambar. Contoh Situs e-learning www.e-dukasi.net

Dengan demikian e-learning dapat mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya pendidikan untuk belajar menjadi lebih ekonomis. E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi, peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran.

B. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Dunia Bisnis

Dalam dunia bisnis peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi dimanfaatkan untuk perdagangan secara elektronik atau dikenal sebagai E-Commerce (e-dagang) atau perdagangan elektronik. E-Commerce adalah perdagangan menggunakan jaringan komunikasi internet.

E-commerce merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dll. Selain teknologi jaringan www, e-dagang juga memerlukan teknologi basisdata atau pangkalan data (databases), e-surat atau surat elektronik (e-mail), dan bentuk teknologi non komputer yang lain seperti halnya sistem pengiriman barang, dan alat pembayaran untuk e-dagang ini.

E-dagang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar US pada tahun 2011.

Perusahaan yang terkenal dalam bidang ini antara lain: eBay, Yahoo, Amazon.com, Google, dan Paypal.

Gambar.situs e-commerce www.yahoo.com

C. Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Perbankan

Dalam dunia perbankan Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah diterapkannya transaksi perbankan lewat internet atau dikenal dengan Internet Banking. Beberapa transaksi yang dapat dilakukan melalui Internet Banking antara lain transfer uang, pengecekan saldo, pemindah bukuan, pembayaran tagihan, dan informasi rekening.

Di kota-kota besar, kita dapat memastikan kebanyakan orang telah mempunyai rekening di bank. Rekening yang bisa berupa tabungan, rekening koran, giro, ataupun deposito. Tapi melakukan transaksi di kantor bank terkadang memakan waktu cukup lama terutama harus antri menunggu giliran. Tidak jarang karena kesal dan tidak sabar menunggu dilayani sehingga memanfaatkan cara lain yaitu seperti menggunakan ATM (anjungan tunai mandiri) bank yang tersebar di beberapa tempat. Namun terkadang seseorang bisa bertambah kesal karena di depan ATM ternyata terdapat barisan orang yang mengantri pula.

Nah, muncullah ide untuk memanfaatkan internet sebagai salah satu jalur transaksi perbankan yang lebih mudah diakses dimanapun seperti di rumah atau kantor dan juga kapanpun selama 24 jam satu minggu penuh. Internet banking yang juga dikenal dengan istilah online banking ini menurut situs wikipedia adalah melakukan transaksi, pembayaran, dan transaksi lainnya melalui internet dengan website milik bank yang dilengkapi sistem keamanan.

Bagi sebagian orang, internet banking sangat membantu karena bisa melakukan transaksi perbankan di luar jam kerja bank yang sering pendek. Hanya membutuhkan koneksi internet dan web browser seperti Internet Explorer. Sama sekali tidak memerlukan perangkat lunak atau perangkat keras secara khusus. Jumlah konsumen perbankan yang memilih internet banking sebagai cara yang paling disukai untuk menangani keuangannya dewasa ini berkembang dengan sangat cepat. Hal ini disebabkan mereka menyukai berbagai kemudahan dan fitur yang tersedia dalam internet banking.

Gambar. Aktivitas Internet banking dengan menggunakan laptop

Internet banking biasanya menyediakan fitur pembayaran berbagai rekening baik listrik, telepon, kartu kredit dan sebagainya secara online. Selain itu, setiap saat para konsumen bisa memeriksa dan mengunduh daftar transaksi keuangan mereka atau jumlah simpanan secara online. Di Indonesia, internet banking telah diperkenalkan pada konsumen perbankan sejak beberapa tahun lalu. Beberapa bank besar baik BUMN atau swasta Indonesia yang menyediakan layanan tersebut antara lain BCA, Bank Mandiri, Lippo Bank, Permata Bank dan sebagainya.

Mungkin ada orang yang ragu menggunakan internet banking lantaran cemas pada sistem keamanan internet yang sering dibobol oleh hacker atau cracker. Terutama sistem keamanan dengan otorisasi password yang sudah cukup aman bagi kebanyakan situs belanja online ternyata belum dianggap aman bagi internet banking di beberapa negara. Beberapa bank melengkapi sistem keamanan internet banking dengan sistem tambahan seperti enkripsi dan penggunaan password ganda yang salah satunya selalu berubah-rubah setiap melakukan transaksi perbankan online.

Sistem password ganda itulah yang diadopsi beberapa bank di Indonesia untuk melindungi konsumen internet banking-nya seperti sistem KeyBCA yang digunakan BCA. Pelanggan bank tersebut setiap ingin melakukan transaksi perbankan lewat internet banking tidak hanya harus menggunakan PIN (personal identification number) sebagai password, namun juga harus menggunakan KeyBCA, semacam kalkulator elektronik untuk mengeluarkan password yang selalu berbeda untuk mengotorisasi transaksi tersebut.

Ada beberapa strategi lainnya untuk melindungi internet banking seperti menggunakan pembaca kartu chip bank konsumen yang bisa mengeluarkan password yang hanya bisa dikenali kartu tersebut. Cara lain yaitu sertifikat digital yang dapat mengotorisasi transaksi perbankan online dengan menghubungkannya pada peralatan fisik milik konsumen seperti komputer atau ponsel. Memang sistem keamanan internet banking tidak pernah 100% aman, namun penelitian menunjukkan perbankan konvensional justru lebih rentan pada penipuan keuangan daripada internet banking.

PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Dunia Pendidikan
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pendidikan telah lama dilakukan di negara-negara maju. Di Amerika Serikat, misalnya, pemanfaatan komputer dan jaringan komputer telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengakses bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam bentuk interaktif melalui jaringan komputer. Di Indonesia pemanfaatan Internet sebagai sarana pendidikan masih belum maksimal. Untuk tingkat perguruan tinggi saja, hanya beberapa perguruan tinggi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, dan itupun belum maksimal.
Ada banyak contoh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pendidikan yang dapat dilakukan, seperti:.
1. Konsultasi dengan para ahli
Internet juga banyak dimanfaatkan untuk berkonsultasi dengan para ahli yang berada di tempat lain. Hal mi menyebabkan ruang dan jarak bukan lagi menjadi masalah. Seorang mahasiswa di pulau Sulawesi yang sedang melakukan penelitian masih dapat berkonsultasi dan bertukar informasi dengan seorang dosen yang ada di pulau Jawa. Hal mi dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan e-mail, chatting, ataupun mailing list di Internet.
2. Berbagi hasil penelitian
Internet sebagai salah satu Teknologi informasi dan komunikasi, telah banyak digunakan sebagai sumber informasi untuk menunjang pendidikan. Internet telah dimanfaatkan untuk berbagi hasil-hasil penelitian yang dilakukan di belahan dunia berbeda. Hal mi menyebabkan hasil penelitian yang dilakukan oleh seseorang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Saling berbagi hasil penelitian juga mencegah terjadinya penelitian serupa yang berulang
3. Perpustakaan online
Perpustakaan online adalah perpustakaan dalam bentuk digital yang ditempatkan di Internet. Perpustakaan online memungkinkan seorang pelajar atau mahasiswa dapat mengakses ke sumber-sumber ilmu pengetahuan dengan cara mudah tanpa harus dibatasi dengan jarak dan waktu. Perpustakaan online memungkinkan seorang mahasiswa di luar pulau Jawa dapat mengakses perpustakaan milik UPI di Bandung Jawa Barat.

Gambar 3.1 Perpustakaan online milik Universitas Pendidikan Indonesia UPI
4. Kelas Online
Aplikasi kelas online dapat digunakan bagi lembaga-lembaga pendidikan jarak jauh, seperti Universitas Terbuka, Kursus, Bimbingan belajar dan sekolah-sekolah terbuka (SMP Terbuka) . Materi-materi pelajaran dibuat interaktif dan menarik sehingga kualitas belajar di kelas online tidak kalah dengan kualitas belajar di kelas biasa.

Gambar. Situs Kelas Online Bimbel Primagama
Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Menunjang Bisnis
Salah satu contoh yang dapat kita ambil dari penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung bisnis adalah apa yang dilakukan oleh perusahaan jasa kurir Fedex. Fedex membuat sebuah sistem informasi yang menghubungkan semua cabang-cabang perusahaannya di seluruh dunia sehingga setiap barang yang dikirimkan dapat diketahui sudah sampai di mana. Sistem informasi tersebut kemudian dihubungkan ke Internet yang memungkinkan pelanggan dapat mengecek sendiri keberadaan barang yang mereka kirimkan. Sistem baru mi memudahkan Fedex untuk mengecek keberadaan sebuah barang jika ada barang yang hilang atau kesasar. Sistem yang baru juga dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan kepada perusahaan dan tentu saja akan menambah kesetiaan pelanggan dan meningkatkan jumlah pelanggan.
Sedangkan contoh-contoh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat layanan baru adalah Internet banking, SMS banking, dan E-Commerce.

Internet Banking
Internet banking seperti yang telah kita singgung diatas. Layanan Internet banking memungkinkan nasabah sebuah bank melakukan transaksi perbankan di Internet. Nasabah cukup masuk ke situs web yang disediakan oleh bank dan kemudian melakukan transaksi yang diinginkan. Transaksi-transaksi yang dapat dilakukan adalah pengecekan saldo, transfer uang, dan pembayaran tagihan. Sedangkan untuk transaksi penarikan atau penyetoran uang harus dilakukan melalui ATM atau kasir bank.

Gambar Situs web Iayanan Internet banking dari bank BNI
SMS Banking
SMS banking adalah layanan perbankan dan bank yang dilakukan dengan menggunakan SMS. Layanan SMS banking memungkinkan nasabah sebuah bank melakukan transaksi perbankan hanya dengan mengirimkan SMS ke nomor tertentu yang disediakan oleh bank. Transaksi-transaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan SMS banking adalah pengecekan saldo, transfer uang, dan pembayaran tagihan.
Dengan alasan-alasan yang sama dengan layanan Internet banking, SMS banking memberikan keuntungan kepada bank penyedia layanan dan juga nasabah yang menggunakan layanan.

Gambar. Layanan SMS Banking oleh Bank Mandiri
E-Commerce
Electronic Commerce (e-commerce) atau perdagangan secara elektronik yang telah dibahas diatas adalah perdagangan yang dilakukan dengan memanfaatkan jaringan telekomunikasi, terutama Internet. Internet memungkinkan orang atau organisasi yang berada pada jarak yang jauh dapat saling berkomunikasi dengan biaya yang murah. Hal mi kemudian dimanfaatkan untuk melakukan transaksi perdagangan.
Saat mi ada banyak sekali perusahaan yang menggunakan perdagangan secara elektronik untuk mendukung usaha mereka. Bahkan, beberapa perusahaan mengkhususkan melakukan perdagangan secara elektronik saja dan tidak melakukan perdagangan secara konvensional (biasa).
Di Indonesia, perdagangan secara elektronik juga sudah mulai dilakukan. Beberapa website didirikan khusus sebagai website untuk menjual barang-barang. Beberapa contohnya, antara lain: glodokshop.com, bhinneka.com, uc98.com, dan masih banyak lagi.

Gambar. Situs e-commerce www.glodokshop.com
Penggunaan TIK dalam Bidang Pemerintahan
Manfaat pengunaan teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya dirasakan oleh dunia bisnis, pendidikan atau perbankan saja, tetapi juga telah dirasakan dalam bidang pemerintahan. Beberapa pemerintah daerah tingkat kabupaten/kotamadya dan pemerintah tingkat propinsi di Indonesia mulai memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjalankan kegiatan-kegiatan pemerintahan. Di tingkat pusat, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi juga sudah dilakukan oleh beberapa departemen. Beberapa pemerintah daerah yang telah menjalankan manfaat teknologi dan informasi adalah propinsi DKI, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Kabupaten Bandung, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, dan lain-lain.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pemerintahan ditujukan untuk meningkatkan hubungan pemerintah dengan masyarakat.

Gambar 3.5 Website Pemerintah Daerah Kota Tarakan Kalimantan Timur
Pemanfaatan teknologi iriformasi dan komunikasi untuk hubungan pemerintah dengan masyarakat adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk melayani kebutuhan masyarakat luas. Misalnya, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk melayani administrasi dan urusan kependudukan.
Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk hubungan pemerintah dengan dunia usaha (G2B) adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk melayani kebutuhan dunia usaha, misalnya pengurusan izin usaha, permintaan data-data statistik yang dibutuhkan dunia usaha, dan sebagainya.

Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Bidang Sosial
Di negara kita Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang penduduknya tersebar dan hidup di pedesaan. Menurut data yang dikeluarkan oleh majalah The Economist, 38 juta penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan dan 70% di antaranya hidup di daerah pedesaan, sedangkan sisanya berada di daerah perkotaan.

Gambar 3.6 Website http://telecenter.cyberdesa.com/
Pendirian telecenter di daerah pedesaan merupakan program pengembangan komunitas lokal dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, dan diharapkan telecenter mampu :
1. Memberdayakan masyarakat dengan kemudahan akses terhadap informasi dasar seperti informasi pasar, pertanian, perdagangan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain;
2. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal mengakses informasi penggunaan komputer, manajemen telecenter dan lain-lain melalui pelatihan-pelatihan;
3. Mendorong masyarakat untuk meningkatkan perekonomian setempat dengan kegiatan pembangunan komunitas melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi;
4. Mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk membangun komunitas lokal.